Untuk Kawan-Kawan Terbaikku

Untuk Kawan-Kawan Terbaikku

Agama vs Citra

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungan. Sementara Emile Durkhelm mengatakan Agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci.(http://id.wikipedia.org/wiki/Agama) 

Sedangkan Citra, menurut Philip Henslow adalah kesan yang diperoleh dari tingkat pengetahuan dan pengertian terhadap fakta (tentang orang-orang, produk, atau situasi). Selain itu, Rhenald Kasali mendefinisikan citra sebagai kesan yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan. Pemahaman itu sendiri timbul karena adanya informasi.(http://id.wikipedia.org/wiki/Citra_(Hubungan_Masyarakat))

Lantas, adakah hubungan antara “Agama” dan “Citra” ? secara garis besar ya tidak ada. Karena agama itu berbicara tentang hal bersifat kerohanian. Yang pada akhirnya berujung pada kehidupan di hari akhir nanti atau akhirat. Sedangkan citra, jelas berbicara tentang hal yang terkesan dengan keduniawian.

Tapi ketika dua hal tersebut disinggungkan dalam satu kesempatan, satu waktu, satu situasi yang disebut dengan politik, kedua hal itu bisa menjadi sangat mengerikan. Terlebih jika kedua hal tersebut ditempatkan pada dua sisi berlawanan.

Contoh kasus yang bisa kita cermati adalah ketika Kampanye Pemilihan Presiden 2014 kemarin. Dimana kedua kandidat dengan gencar membangun citra positif masing-masing. Dan pada kesempatan yang sama, tim sukses juga membuat citra negatig bagi lawan politiknya. Salah satu hal yang menjadi kekuatan untuk memperbaiki dan menghancurkan citra itu adalah dengan agama.

 Capres No urut 1 Prabowo Subianto memiliki citra bayangan (mirror image) di masyarkat sebagai antek-antek rezim Soeharto, yang dikhawatirkan akan menghidupkan kembali Era Orde baru. Salah satu yang citra negative yang melekat padanya adalah  ia ditengarai sebagai dalang dan bertanggung jawab atas kasus penculikan belasan aktifis tahun 1997-1998. Oleh karena itu, tidak sedikit yang menolak bahkan menentang dicalonkannya mantan menantu presidan RI ke-dua itu.

Tapi di sisi lain, Prabowo memiliki current image (citra yang berlaku) yang membuat para pendukungnya berdecak kagum. Terutama dari pengalamannya sebagai  perwira TNI. Selain itu, ia juga dikenal sebagai sosok yang tegas, berani dan memiliki kecakapan dalam berretorika. Tak hanya itu, Prabowo juga seorang pengusaha sukses yang memiliki puluhan perusahaan besar di dalam dan luar negeri.

Capres No urut 2 Joko Widodo ketika masa kampanye pilpres sering disebut sebagai anak dari tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI). Selain itu, citra bayangan lainnya yang sempat digantungkan padanya adalah tentang status ke-islam-annya yang diragukan. Saat itu, deras kabar yang beredar bahwa pria yang akrab disapa Jokowi itu sebenarnya beragama Kristen. Tak sampai di situ, kabar lainnya, Jokowi juga diisukan akan melakukan sistem Kristenisasi. Karena hal itu lah, banyak orang yang awalnya simpati menjadi anti-pati kepadanya.

Tapi, jauh sebelum citra buruk itu berkembang, rakyat Indonesia lebih dulu mengenal sosok Jokowi sebagai pemimpin yang tegas, sederhana, dan suka “blusukan” bertemu dengan rakyatnya. Berbagai prestasi yang ia capai ketika menduduki jabatan Walikota Solo, kemudian sampai ia terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta, membuat sosok Jokowi semakin dikenal oleh masyarakat. Karena hampir setiap hari, wajah dan gerak-geriknya sebagai petinggi daerah menghiasi pemberitaan TV Jakarta.

Dari kedua sisi positif dan negatif yang dimiliki kedua kandidat, posisi “Agama” memiliki peranan penting untuk memperbaiki atau menurunkan citra kedua kandidat. Prabowo yang sudah terlanjur basah dengan citra negatifnya, akhirnya dengan pendekatan ke-agama-an, populeritasnya bisa jauh meningkat. Disokong oleh 3 partai islam, yaitu PKS, PAN, dan PPP, dukungan terhadap Prabowo melonjak pesat,khususnya dari simpatisan yang  bergerak dibidang keagamaan (Islam). Mulai dari kalangan ibu-ibu pengajian sampai ke pesantren besar dan terkemuka, dukungan dan doa bagi Prabowo berdatangan.  
  
 Di sisi sebaliknya, kandidat capres No. 2 justru coba dijatuhkan citra positifnya oleh “Agama”. Lewat Black Campaign (kampanye hitam) yang terkemas dalam Tabloid Obor Rakyat, rumor Jokowi seorang Nasrani dan akan melakukan sistem Kristenisasi pesat berkembang. Yang menjadi target sasarannya adalah basis dimana tempat orang menuntut ilmu agama (Islam), yaitu pesantren atau yayasan agama. Tapi dengan dukungan dari Partai Keadilan Bangsa, Jokowi pada akhir masa kampanye mencoba mengklarifikasi segala tudingan yang datang padanya, dengan bersafari dari satu pesantren ke pesantren yang lain. Dan puncaknya Ia melakukan ibadah umroh “kilat”.

Yang disesalkan dari realita pilpres kemarin adalah adanya beberapa fungsi agama yang bergeser. Prof. Dr. H. Jalaludin dalam bukunya Psikologi Agama memaparkan beberapa fungsi agama, yaitu: (1) Fungsi Edukatif; (2) Fungsi Penyelamat; (3) Fungsi Perdamaian; (4) Fungsi Kontrol Sosial; (5) Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas; (6) Fungsi Pembaruan; (7) Fungsi Kreatif dan;(8) Fungsi Sublimatif.(http://defanani.blogspot.com/2012/10/fungsi-agama-dalam-kehidupan-masyarakat.html) Dimana pergeseran beberapa fungsi agama itu dilakukan demi menaikan atau menurunkan citra seseorang.

Apakah bisa disebut jalan dakwah jika isi pesan agama yang disampaikan berujung pada munculnya rasa benci, perpecah-belahan antar kaum, baik yang seagama maupun yang berbeda ? dan berbahayanya, orang-orang seperti saya ini, yang tidak begitu paham tentang agama bisa merasa paling suci. Bukannya saling mendoakan, tapi malah saling menghakimi, menghina, dan menyumpahi hal yang buruk. Padahal kami itu saudara, seaqidah dan seiman.

Memang agama tak hanya mengurus tentang akhirat, tapi agama juga mengatur tentang hal duniawi. Tapi tentunya dengan cara yang baik. Jangan sampai ada “radikalisme” dalam proses mengejar hal yang duniawi itu, baik dari segi perbuatan sampai perkataan. Jikalau diantara kita ada yang salah, tegurlah dengan cara yang sopan. Jikalau perkataan saja tidak cukup memberikan teguran, berilah contoh atau suri tauladan yang baik dan doakanlah agar yang salah terketuk pintu hatinya dan menyadari kesalahannya.

Dan siapapun presiden yang terpilih, apakah itu pilihan kita atau bukan, kita harus tetap mendukung dan mendoakan yang terbaik bagi dirinya dan negeri kita tercinta. Karena maju mundurnya negeri ini tak hanya ditentukan oleh pemimpinnya, tapi juga harus didukung oleh seluruh rakyat. Seperti satu kisah pada masa ke-Khalifah-an Ali bin Abi Thalib yang pernah saya dengar pada satu sesi khutbah Shalat Jumat. Kurang lebih seperti ini kisahnya.

Pada suatu hari ada seorang rakyat bertanya kepada Khalifah Ali.

“Ya Khalifah, kenapa masa pemerintahanmu tidak semaju masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan ?” ujar sang rakyat membandingkan dengan pemerintahan Khalifah Utsman yang mengalami banyak kemajuan dibandingkan pemerintahan Ali.

“Kamu ingin tahu kenapa pemerintahan Utsman lebih maju ?” jawab Ali, “karena pada jaman
Utsman, aku adalah rakyatnya.”

Dijelaskan oleh sang Khatib Jumat, bahwa sebagai rakyat, Ali Bin Abu Thalib selalu mendoakan dan mendukung sang Khalifah sekaligus sahabatnya, yaitu Utsman. Sedangkan pada jaman Ali, rakyatnya lebih banyak mengeluh dan juga terjadi perpecah belahan.

Dari kisah tersebut, akhirnya saya mendapatkan hikmah bahwa sebagai rakyat, kita juga harus selalu mendukung dan mendoakan pemimpin kita selama Ia berada di jalan yang benar. Jikalau mulai ada penyimpangan, kita bisa memperingatkan beliau dengan berbagai macam cara, bisa melalui kritik terbuka di media massa, media social, atau melalui lembaga-lembaga yang compete dibidangnya.

Semoga keberkahan, rahmat dan ridho dari Alloh SWT selalu menyertai kita, pemimpin-pemimpin kita, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aamiin.

Wasallam ! 
               

                

Harus Ada Nilai dalam Berita

Dalam satu peliputan, seorang wartawan tidak bisa sembarang menulis suatu kejadian atau peristiwa menjadi satu berita. Agar liputan wartawan bisa diangkat menjadi berita oleh redaksi, setidaknya ia harus memperhatikan nilai berita (news value) tertentu agar tulisannya bisa dimuat dan dinyatakan layak menjadi satu berita. Luwi Ishwara (2011 : 27-81) memaparkan beberapa peristiwa yang memiliki nilai berita. Peristiwa-peristiwa itu diantaranya: 

1. Konflik 
kebanyakan konflik adalah layak berita. Contohnya seperti perang, tauran, atau bentrok yang menimbulkan kerugian dan korban,

2. Bencana dan kemajuan 
Adanya bencana seperti banjir, kebakaran, tsunami, gempa dan sebagainya adalah peristiwa yang layak dijadikan berita. Selain itu, sisi kemajuan teknologi atau adanya penemuan baru juga layak dijadikan berita. Seperti penemuan pesawat tempur tanpa awak kapal, atau penemuan obat kanker dan lain-lain.

3. Dampak 
Suatu dampak yang memiliki nilai berita adalah dampak yang mempengaruhi orang banyak. Seperti dampak dari wabah flu burung sampai pada dampak melakukan tindakan pindana korupsi

4. Kemasyhuran atau Populeritas
Perkataan atau sepak terjang seseorang yang popular, tersohor, dan memiliki pengaruh penting dikalangan masyarakat jelas memiliki nilai berita. Contoh, seperti perkataan lugas dan gaya blusukan Jokowi selalu menarik perhatian dan memiliki nilai berita. Karena Jokowi adalah tokoh pesohor yang juga menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

5. Segar/Baru dan Kedekatan
Pada dasarnya setiap berita yang diangkat haruslah actual, segar atau baru. Setidaknya peristiwa yang terjadi hari ini maksimal harus bisa diberitakan esok hari, karena apabila diberitakan lusa atau seminggu kemudian maka berita itu akan basi dan kehilangan nilai beritanya.  Selain aktualitas, unsur kedekatan antara sumber peristiwa dengan tempat tinggal pembaca juga mempengaruhi nilai suatu berita. Contoh, warga Bandung jelas lebih senang membaca berita Persib ketimbang berita Persisam, karena di saba ada unsur kedekatan antara warga Bandung dengan tim kebanggaannya, Persib. Kedekatan itu juga tidak hanya terbatas jarak geografis, tapi juga kedekatan emosional. 

6. Keganjilan 
Alasan keganjilan ini berlandaskan pada satu gagasan klise yang berbunyi “bila anjing menggigit orang, itu bukan berita, tapi  jika orang menggigit anjing, itu berita”. Jadi inti dari gagasan tersebut, segala hal yang tidak biasa, tidak umum, atau ketidak-wajaran layak dijadikan satu berita.

7. Human Interest, 
Sisi human interest dimaksud biasa kisah-kisah atau peristiwa-peristiwa yang bisa menyangkut emosi, fakta biografis, kejadian-kejadian yang dramatis, deskripsi, motivasi, ambisi, kerinduan, kesukaan dan ketidaksukaan umum dari masyarakat.

8. Seks 
Unsur seks sekarang mempunyai nilai berita yang tinggi, terlebih bila melibatkan orang penting, pejabat, dan selebriti.  

9. Aneka Nilai
Aneka nilai yang dimaksud adalah suatu peristiwa unik yang sekiranya bisa memberikan pembelajaran atau hikmah tersendiri bagi manusia. Seperti cerita tentang anjing peliharaan yang setia menunggu majikannya sudah meninggal. Atau kisah persahabatan antara kucing dan manusia, dan sebagainya. 

Kompas.com, dari Intelektual menjadi Smart

Sudah menjadi rahasia umum kalau kebanyakan pembaca Harian Umum Kompas terdiri dari kalangan menengah ke atas. Yaitu kalangan yang memiliki kadar pendapatan lebih dari cukup, serta memiliki tingkat intelektual di atas menengah ke bawah. Ya, minimal dari kalangan mahasiswa sampai pengusaha kaya yang suka membaca KOMPAS.

Tapi apa jadinya ketika Kompas membuka portal berita online ? apakah ia masih menggantungkan standarnya pada kaum yang memiliki tingkat inteletual yang tinggi ? Ternyata tidak.

Menurut Redaktur kompas.com Pepih Nugraha, kompas.com telah menyesuaikan standar isi beritanya dengan karakteristik pembaca di media online yang lebih heterogen. Dimana di media online, berita itu bisa diakses gratis dan siapa pun bisa membacanya. Baik itu ia si kaya, si miskin, si tua, si muda, si pintar, si cerdas dan sebagainya.

Menurut Pepih, Kompas cetak yang bergaya lebih resmi sedangkan kompas.com lebih informal.  Selain itu, Kompas cetak bahasanya juga cenderung menggambarkan satu kesan intelektual yang tinggi. Sedangkan di kompas.com cukup smart saja.

Di sisi lain, berita di kompas.com cenderung lebih lugas ketimbang  berita di cetak yang terkesan melipir, tidak langsung pada inti masalah. Hal lain yang membedakan diantara keduanya adalah di kompas.com itu lebih banyak muatan infotaimentnya, sedangkan di cetak itu tidak ada space untuk infotaiment yang membahas masalah pribadi artis.

Dan yang terakhir, berita yang ada di Kompas cetak adalah berita penting. Dimana hal itu menjelaskan bahwa Kompas itu adalah media serius. Sedangkan di kompas.com berita yang dimuat itu tidak hanya yang penting, tapi juga menarik, atau terkesan lebih seperti media populer. Maka jangan heran kalau kita bisa menemukan berita-berita yang nyeleneh tapi menarik di kompas.com, namun kita tidak bisa menemukannya di cetak.

9 Poin Tambahan untuk Jurnalis Online

Salah satu hal yang menjadi nilai jual dari berita di media online adalah kecepatan. Dimana berita di media online bisa disajikan sesaat setelah kejadian atau peristiwa berita itu berlangsung. Media online tak perlu menunggu esok pagi seperti Koran untuk menyajikan berita.

karena factor cepatnya itu, wartawan dituntut punya kemampuan lebih selain melakukan liputan dan menulis berita biasa. Berikut ini adalah keterampilan yang harus dimiliki wartawan media online:

1. Menulis dan mengedit naskah.
Seorang wartawan online harus menulis dan mengedit naskat beritanya dengan baik, agar tulisannya bisa langsung di posting oleh redaktur.

2. Manajemen Proyek
Jurnalis online juga tentunya harus bisa mengatur jadwal liputannya sendiri. Ia bisa mengkondisikan diri ke tempat yang sekiranya bisa menghasilkan satu berita.

3. Blogging
Jika menjadi wartawan online maka ia sudah tidak asing lagi dengan dunia internet. Oleh karena itu, ia juga harus mampu memanfaatkan media intertet itu, salah satu lewat blogging.

4. User Interfance Design/ Photo Shooting
layaknya wartawan cetak, wartawan online juga harus bisa menggambil foto berita sendiri.

5. Produksi Video
Selain pandai memfoto, wartawan online juga harus bisa mengambil gambar lewat alat rekam video.

6. Staff Organization/¬Administration
Layaknya seperti bekerja di media professional lainnya, wartawan online juga harus bisa membuat laporan liputannya. Sebagai bukti bahwa sang wartawan itu bekerja dan produktif.

7. Story Combining/Shortening
Mampu mengkombinasikan naskah berita dan meringkas naskah berita. Hal itu diperlukan, agar pembaca lebih enak dalam membaca.

8. Reporting and Writing Original Stories
Seorang jurnalis online juga perlu melakukan wawancara kelapangan, mencari fakta dan data. Jangan sampai wartawan online itu hanya berselancar dimedia internet, kemudaian melakukan plagiat terhadap karya orang lain.

9. Photo/image Editing
melengkapi point ke4, wartawan online juga harus bisa mengedit gambar guna melengkapi hasil liputan tulisnya. Image editing itu perlu ketika foto yang di ambil itu kurang cerah, terlalu gelap, atau kurang jelas.

Teknik Menulis Berita di Media Online

Jika ditanyakan, apakah ada perbedaan teknik menulis berita di media online dan di media cetak ? jawabannya tentu ada. Meski keduanya masih biasa dan harus menggunakan unsur 5W1H dilengkapi dengan pola piramida terbalik, jika ditelisik ada beberapa hal yang membedakan teknik menulis berita di media online dan media cetak, diantaranya:

1.    Judul berita
Dalam berita online, diusahakan judul itu bersifat ringkas dan jelas (to the point). Dalam judul minimal mengandung unsur S-P-O-K. Diusahakan lewat judul yang ringkas dan jelas itu, dapat menarik perhatian pembaca sekaligus bisa menggambarkan isi beritanya. Karena kebanyakan dalam media online itu yang dipajang adalah deretan judul berita tanpa lead. Jadi fungsi lead itu sangat besar sebagai daya tarik dalam berita online. 

2.    Alinea yang Pendek-Pendek
Kebanyakan dalam berita online, wartawan hanya menulis sekitar 2-4 baris di setiap paragrafnya. Hal itu digunakan agar pembaca tidak jenuh pada saat membaca.

Tapi sebenarnya, 2-4 baris dalam berita online itu sama dengan 4-10 baris di media cetak. Yang membedakannya adalah lebar kolomnya. Di media online, kolom itu terlihat lebih lebar ketimbang kolom di media cetak. Jadi tak heran jika di media cetak dalam satu paragraf itu bisa terdiri dari berbaris-baris tidak seperti di media online.  

3.    Memiliki Link Terikat
Jika diperhatikan, berita yang ada di online itu lebih singkat dan tidak semendalam berita yang ada dimedia cetak. Dan untuk mensiasati ketidak-dalamannya berita itu, maka dibentuklah link yang mengikat antara satu berita dengan berita lainnya. Dengan adanya link itu pembaca bisa mengikuti dan membaca berita sebelumnya yang terkait dengan berita yang ada. Dan hal itu sudah cukup melengkapi pemberitaan yang singkat-singkat itu.

Oleh karena itu, dalam penulisan berita online kita juga harus bisa memilah dan menempatkan link berita pada kata tertentu, agar terjadi satu keterkaitan antara satu berita yang serupa.

Selain mengaitkan antar berita, link juga bisa mengikatkan antara satu berita dengan gambar atau video yang berhubungan dengan berita tersebut.

4.    Dilarang Copy Paste
Yang jelas diharamkan dalam penulisan berita di online adalah melakukan copy-paste berita online orang lain secara keseluran tanpa mencantumkan sumber link dan mengaku-ngaku berita itu milik kita.

Tujuh Pedoman bagi Jurnalis Baru

1.    Jurnalis itu Harus Independen.
Pada dasarnya seorang jurnalis haruslah memiliki satu ideology yang membela terhadap kepentingan umum (masyarakat). Jika seorang jurnalis mampu bersikap independen, ia tidak perlu mempermasalahkan di media mana ia berada dan seperti apa model medianya. Jika seorang jurnalis bernaung dalam satu media yang lebih mengedepankan unsur bisnis ketimbang kegiatan jurnalistiknya, ia  akan tetap mencari berita terbaik dan tidak akan menyembunyikan kebenaran. Ia akan selalu mengedepankan komunikasi yang jujur.

2.    Orang Membayar untuk Karya Jurnalistik Terbaik
Mungkin kebanyakan orang lebih mengenal kalau karya yang tertuang dalam media online itu bersifat gratis. Dan hal itu memang benar adanya. Tapi sebenarnya tidaklah semua berita di media online itu bersifat gratis, tapi ada juga yang bersifat prabayar.

Berita apakah yang mesti dibayar ? berita yang dibayar adalah berita yang memiliki kualitas lebih baik ketimbang berita yang disajikan secara gratis. Dimana beritanya ditulis oleh wartawan terbaik dengan tingkat kedalaman kasus yang lebih lengkap dari berita gratis.

Berita yang dibayar adalah berita yang terkemas lengkap seperti apa yang ada dalam media cetak. Terkonsep dengan tataletak yang menarik. Dan berita yang dimuat adalah berita terbaik yang disajikan secara lebih lengkap dan akurat. Semua itu terangkup dalam satu file khusus yang disebut dengan e-Paper (Koran Elektronik).

Lalu siapakah yang menggarap e-Paper itu ? yang menggarap itu semua adalah wartawan-wartawan terbaik. Wartawan yang dipercaya oleh media karena ia memiliki kemampuan dan kualitas yang lebih baik. Dan masyarakat tidak akan rugi untuk membayar hasil karya jurnalis terbaik itu.

3. Jangan Menulis Berita Bohong
Tulislah berita itu berdasarkan fakta dan jangan sekali-kali menyelipkan keterangan bohong dalam berita kita. Karena apabila seorang wartawan pernah memasukan keterangan palsu atau membuat berita bohong maka akan banyak yang orang yang tidak percaya dengan keabsahan berita yang telah dibuatnya. Ia akan dicap negatif oleh redakturnya, medianya dan media lain, termasuk oleh narasumber. Dan jika itu terjadi, masyarakat pun tak mau membaca yang telah dibuat oleh dirinya.

4.  Jadilah Jurnalis yang Baik, Unik, dan Bernilai
Salah satu modal yang perlu dimiliki oleh jurnalis baru adalah bersikap baik, unik dan bernilai jual dalam karyanya. Seorang jurnalis harus bersikap baik dan selalu menjaga kode etik. Dimana ia dapat menjaga hubungan dan komunikasi yang baik dengan teman, media, narasumber dan masyarakat. Selain itu, ia juga mampu berpegangan pada kode etik, dengan tidak menerima amplop, memeras narasumber, dsb.

Selain itu, jurnalis baru juga perlu keunikan dan bernilai. Keunikan itu terlihat dari gaya penulisannya yang khas, tidak terpaku pada gaya penulisan yang kaku. Ia bisa menghidupkan tulisannya dengan gaya penulisan yang menarik, pemilihan idiom yang tepas, serta menguasai berbagai pola penulisan, mulai dari straigth news, feature, indepth sampai sastrawi. Dan ketika ia mampu menguasainya maka ia akan mendapat nilai lebih ketimbang yang lainnya.

5.  Aktif Menulis di Blog Pribadi dari Sekarang
Mengingat ruang menulis bagi wartawan di media massa itu terbatas. Maka seorang wartawan perlu menggunakan media lain untuk menampung segala mahakarya tulisnya. Dan media lain itu adalah blog.
Dengan menggunakan media blogging, jurnalis bisa menumpahkan berbagai buah pikirannya dengan bebas. Tidak ada batasan baginya untuk menulis sepanjang apa dan seperti apa. Lewat medianya sendiri, sang jurnalis bisa menunjukkan segala keinginan dan keunikan yang ada pada dirinya.

6. Berinteraksilah dengan Siapa Saja Lewat Media Maya
Ketika kita sudah punya dan aktif nge-blog. Kita tidak boleh segan dan ragu untuk berinteraksi dengan pengguna blog lainnya. Berilah komentar terhadap apa yang perlu dikomentari, dan jangan sungkan untuk memberi masukan kepada orang lain jika sekiranya ada kekurangan.
Dengan cara seperti itu, kita akan lebih banyak mengenal orang lain dan orang lain pun akan lebih mengenal kita.

7. Perbanyaklah Membaca Bacaan yang Bermutu.

Tidak jarang wartawan baru lebih senang membaca beritanya sendiri dan cenderung kurang senang membaca berita orang lain. Ia terlalu bangga dengan buah karyanya hingga akhirnya malas belajar dan membaca berita buatan orang lain.

Selain itu, wartawan baru juga cenderung lebih senang membaca buku yang manarik dan asik. Tapi bacaan itu belum tentu bermutu dan menunjang untuk membuka wawasan dan pengetahuan dalam kegiatan jurnalistik dan umum.

Dan sebagai wartawan baru, sebaiknya kita lebih selektif dalam mencari bahan bacaan. Biasakan membaca literasi yang dapat menunjang dan memperdalam pemahaman kita tentang jurnalistik, menulis, dan ilmu lain yang terkait.

Pernah dalam satu seminar, seorang pemateri yang juga seorang penulis lepas menyebutkan ada tiga bahan bacaan yang dapat menunjang kita dalam kegiatan tulis menulis, yaitu: Sejarah, Filsafat, dan Sastra. Dan menurut saya hal itu ada benarnya. Coba saja kalian renungkan !

Cara Membuat Judul Berita Online

Menurut Asep Syamsul M. Romli, cara membuat judul berita online itu cukup sederhana. Judul berita itu harus ringkas, menggambarkan isi, tapi berupa kalimat lengkap. Minimal terdiri dari subjek, predikat dan objek. Selain itu, ia menambahkan kalau judul berita di online tidak boleh menggunakan kalimat Tanya.

Namun menurut salah satu redaktur online Kompas.com Pepih Nugraha, judul adalah etalase berita. Dimana lewat etalase itu lah pembaca akan melirik, kemudian memilik untuk membacanya atau tidak.

Menurut Pepih, di kompas.com, judul itu dikenal dengan istilah pertempuran tiga detik. Maksudnya, bahwa persaingan di media online itu begitu ketat. Saking ketatnya, pembaca hanya butuh waktu tiga detik untuk menilai berita itu menarik atau tidak. Dan jika pembaca merasa judulnya tidak menarik, maka ia akan pindah ke media lain.

Oleh karena itu, kompas.com merubah criteria dalam pembuatan judul disetiap beritanya, disesuaikan dengan karakteristik pembaca media online. Judul di kompas.com itu terlihat lebih informal, tidak kaku, dan tidak baku. Berbeda dengan judul berita di Kompas Cetak yang cenderung lebih kaku, dan resmi.

Menurut  Pepih ada beberapa unsur yang bisa dijadikan jurus jitu untuk memengkan pertempuran tiga detik itu. Jurus itu terdiri dari:
1.    ada unsur rahasianya: contoh: Apa Isi Flashdisk Nazaruddin ?; Doa Anas untuk Nazarudin
2.    dramatis, contoh: Puluhan Mayat Imigran Dibuang ke Laut ; Dulu Kurir, Kini Buka 100.000 Toko
3.    lugas, contoh: Partai Demokrat Berbohong ; Oezil Pukul Villa karena Hina Agamanya
4.    unik, contoh: Tikus Cerdik Oleskan Racun di Jambulnya; Seekor Domba Terjual Rp 1,3  Miliar
5.    menonjolkan konteks, contoh: Partai Demokrat; Briptu Norman
6.    deskriptif, contoh: Colok Mata Vilanova, Mourinho Terancam Dipecat ; Ruhut: Ayo Nazar,  "Bernyanyilah" di  Pengadilan
7.    sedikit lebay atau bombastis, contoh: Wuih... Maybach Lecet, Perbaikannya Seharga Satu Jazz ; Wow, di Bali Ada Festival Ciuman Muda-mudi.